Rss Feed
BEBERAPA CONTOH PUNK



(gagah nya adek ku.........) hehehe



(yang ini PUNK EMO...)




(punk YANG SERING KITA LIAT DI PASAR-PASAR...)

serem sih bagi sebagian orang.
tapi, sebagian pula dari mereka ada yang menggemari mode PUNK.

YOU WANNA TRY??????

Gaya Punk, tersingkir tapi ditiru


MENYEBUT kata Punk, sekilas akan terlintas bayangan sekumpulan anak muda dengan dandanan ‘liar’. Rambut dicat dengan potongan ke atas. Mereka biasa ngumpul di beberapa titik keramaian pusat kota dan kelompok yang kerap disebut komunitas Punk ini, memiliki gaya dengan ciri khas sendiri.

TAK kenal, maka tak sayang. Begitu juga dengan teman-teman kita, komunitas Punk di Semarang ternyata cukup ramah-ramah kok. Bahkan, komunitas yang memiliki tempat tersendiri di hati penggemarnya di Kota Lumpia ini, telah menjadikan lokasi sekitar Jalan Imam Bardjo Semarang, tepatnya depan Bank Indonesia-Semarang, sebagai lokasi untuk sekedar kumpulkumpul sesama Punk.

Lantas apa saja ya yang mereka lakukan. Yuk kita tengok kehidupan mereka. Mereka, mudah banget ditemui kalau pas malam Minggu. Biasanya kalau mereka ngumpul bakal berkesenian.

“Mereka pandai menyanyi, meski terkesan kotor dan kumuh karena jarang mandi, namun jiwa seninya sangat luar biasa,” kata Zulkifli, warga asal Kalisari, Semarang, yang kerap melintas dan melihat kumpulan anak Punk di sekitar kampus Undip.

Cuma aliran
Asal kamu tahu saja kalau Punk hanya aliran. Jiwa dan kepribadian pengikutnya, akan kembali lagi ke masing-masing pelakunya. Hal ini ditegaskan beberapa orang penganut Punk, yang ditemui Wawasan diSemarang dan beberapa kota lain di pinggiran Semarang.

“Kami memang selalu diidentikkan dengan aliran musik keras. Tidak bisa diatur, atau bahkan ada yang menyebut kami ibarat orang yang harus dicurigai,” tutur Zak (20), salah satu anggota komunitas Punk.

Tapi, kata Zak, dia bareng bandnya, sudah banyak manggung di pentas-pentas seni antar kampus. ‘’Iya sih, kita bukan anak kuliahan. Tapi, sering tampil di sejumlah kampus. Toh, kita juga punya karya.

Nggak seperti yang sebagian masyarakat nilai,’’ katanya. Meski begitu, cibiran dan pandangan minir hanya dianggap Zak, sebagai hal wajar.

‘’Kita juga bukan dari keluarga berantakan. Komunitas Punk yang rata-rata berusia belia ini, terbilang memiliki keluarga utuh. Hanya saja, back groundnya, memang ada yang berasal dari keluarga broken home.

Tapi jangan disamaratakan. Tidak semua pelaku di komunitas Punk, berasal dari keluarga berantakan,’’ kata Zak. Zak contohnya, berasal dari keluarga cukup berada. Orang tuanya yang berada di Solo, merupakan seorang pedagang yang cukup sukses.

Namun, karena jiwa Zak pemberontak, ia pun memilih meninggalkan keluarga dan berkelana bersama kelompoknya. Bermodalkan keberanian dan nekat, ia pun melanglang buana, dari satu kota ke kota lain. ‘’Pengalaman guru yang tebaik. Kami pingin bebas dan berekspresi,’’ ujarnya.

Ditiru
Ciri khas anak Punk yang berambut ala kipas dengan warna-warni mencolok, banyak dicontoh komunitas anak band.

Nggak perlu jauh-jauh untuk bisa melihat, apa benar anak muda terutama kumpulan band lebih percaya diri (PD) berbusana Punk. Personel Band /Rif. Band yag digawangi Andi /Rif ini, namanya masuk dalam sederetan band papan atas Indonesia karena penampilan mereka yang kerap nyentrik. Bahkan, sang vokalis Andi, setiap kali manggung habis-habisan mengeploitasai cara berpakaian komunitas Punk.

Apa yang dilakukan band /Rif, mungkin menjadi contoh kasat mata kita semua. Bila menilik lebih dekat di Kota Smarang, sejumlah band pun, beraliran Punk. Seperti pengakuan Wawan. Pemuda lajang, kelahiran 1984 itu, terang-terangan mengaku bangga menjadi bagian dari pecinta komunitas Punk.

“Dari ujung rambut yang terkesan aneh itu, hingga aksesoris yang dikenakan pun, meniru komunitas Punk,” kata Wawan (23), asal Pedurungan, Semarang Timur.

Personel sebuah band di Semarang ini ini bahkan menjadikan aliran Punk, sebagai aliran musik ia bersama temantemannya.

Ia membantah, jika komunitas Punk, adalah kumpulan anak muda yang tidak memiliki arah yang jelas. Bahkan, terkesan meresahkan masyarakat.

“Kata orang jangan melihat kulitnya, tapi lihat isinya. Dan komunitas Punk itu, bukan pelaku yang kerap membuat onar,” ungkap Wawan.

Lebih lanjut pembetot bas ini mengatakan, satu yang paling menonjol, yang sering menjadi kiblat anak-anak band meniru gaya Punk, yakni celana ketat hingga ke mata kaki. Bagi yang melihat, pasti akan dapat menyebut sebagai bagian dari kelompok Punk. Ya, toh kelompok yang dianggap minoritas ini nyatanya, banyak ditiru anak band.

Nah, kalau kamu pingin sekadar ngumpul atau kenal dengan komunitas ini, mudah kok untuk mencari mereka. Kalau ada konser musik yang menyuguhkan aliran musik keras, nah di situ mereka bakal ada. “Kami akan bertemu, teman-teman dari seluruh kota di Jawa. Bahkan, ada juga dari luar Jawa, seperti Sulawesi,” tambah Zak .Ernawaty/skh

sumber :www.wawasandigital.com

Punk di Indonesia


Berbekal etika DIY, beberapa komunitas punk di kota-kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta, dan Malang merintis usaha rekaman dan distribusi terbatas. Mereka membuat label rekaman sendiri untuk menaungi band-band sealiran sekaligus mendistribusikannya ke pasaran. Kemudian usaha ini berkembang menjadi semacam toko kecil yang lazim disebut distro.

CD dan kaset tidak lagi menjadi satu-satunya barang dagangan. Mereka juga memproduksi dan mendistribusikan t-shirt, aksesori, buku dan majalah, poster, serta jasa tindik (piercing) dan tatoo. Seluruh produk dijual terbatas dan dengan harga yang amat terjangkau. Dalam kerangka filosofi punk, distro adalah implementasi perlawanan terhadap perilaku konsumtif anak muda pemuja Levi’s, Adidas, Nike, Calvin Klein, dan barang bermerek luar negeri lainnya.

Berbekal etika DIY, beberapa komunitas punk di kota-kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta, dan Malang merintis usaha rekaman dan distribusi terbatas. Mereka membuat label rekaman sendiri untuk menaungi band-band sealiran sekaligus mendistribusikannya ke pasaran. Kemudian usaha ini berkembang menjadi semacam toko kecil yang lazim disebut distro.

CD dan kaset tidak lagi menjadi satu-satunya barang dagangan. Mereka juga memproduksi dan mendistribusikan t-shirt, aksesori, buku dan majalah, poster, serta jasa tindik (piercing) dan tatoo. Seluruh produk dijual terbatas dan dengan harga yang amat terjangkau. Dalam kerangka filosofi punk, distro adalah implementasi perlawanan terhadap perilaku konsumtif anak muda pemuja Levi’s, Adidas, Nike, Calvin Klein, shopie martin, darbost dan barang bermerek luar negeri lainnya.

Punk


Punk merupakan sub-budaya yang lahir di London, Inggris. Pada awalnya, kelompok punk selalu dikacaukan oleh golongan skinhead. Namun, sejak tahun 1980-an, saat punk merajalela di Amerika, golongan punk dan skinhead seolah-olah menyatu, karena mempunyai semangat yang sama. Namun, Punk juga dapat berarti jenis musik atau genre yang lahir di awal tahun 1970-an. Punk juga bisa berarti ideologi hidup yang mencakup aspek sosial dan politik.

Gerakan anak muda yang diawali oleh anak-anak kelas pekerja ini dengan segera merambah Amerika yang mengalami masalah ekonomi dan keuangan yang dipicu oleh kemerosotan moral oleh para tokoh politik yang memicu tingkat pengangguran dan kriminalitas yang tinggi. Punk berusaha menyindir para penguasa dengan caranya sendiri, melalui lagu-lagu dengan musik dan lirik yang sederhana namun terkadang kasar, beat yang cepat dan menghentak.

Banyak yang menyalahartikan punk sebagai glue sniffer dan perusuh karena di Inggris pernah terjadi wabah penggunaan lem berbau tajam untuk mengganti bir yang tak terbeli oleh mereka. Banyak pula yang merusak citra punk karena banyak dari mereka yang berkeliaran di jalanan dan melakukan berbagai tindak kriminal.

Punk lebih terkenal dari hal fashion yang dikenakan dan tingkah laku yang mereka perlihatkan, seperti potongan rambut mohawk ala suku indian, atau dipotong ala feathercut dan diwarnai dengan warna-warna yang terang, sepatu boots, rantai dan spike, jaket kulit, celana jeans ketat dan baju yang lusuh, anti kemapanan, anti sosial, kaum perusuh dan kriminal dari kelas rendah, pemabuk berbahaya sehingga banyak yang mengira bahwa orang yang berpenampilan seperti itu sudah layak untuk disebut sebagai punker.

Punk juga merupakan sebuah gerakan perlawanan anak muda yang berlandaskan dari keyakinan we can do it ourselves. Penilaian punk dalam melihat suatu masalah dapat dilihat melalui lirik-lirik lagunya yang bercerita tentang masalah politik, lingkungan hidup, ekonomi, ideologi, sosial dan bahkan masalah agama.

sumber : www.wikipedia.com

selalu sedihh

aku belum bisa menjadi orank kakak ku n ortu ku mau.
aku yg selama ni hanya ngeepotin , minta duit.
yang slalu di sindir2...di rumah.
aku yang slalu mengalah.

sekarang sudah mulai sadar betapa perih sebuah kata apa ;lagi yg bicara sodara n ortu ndri.karena uang persaudaraan bisa ancur n jauh.

itu alasan kenapa kalo di luar aku jadi anak "lebay", "konyol", "rock n roll"
karena aku ga mau tertekan dimana2.

gag ada yg bisa aku kasih buat orang2 deket aku kecuali m'buat mereka tersenyum melihat tingkah konyol ku.
aku menyayangi orank yang menyayangi aku.

aku sayng abang ku..klakuan u ga buat aku berhanti sayank km.,
walau kita harus jauh karena orang tua kita sendiri km tetep saudara ku.
aku ga mau huidup sendiri tanpa sodara.


buat uni..,km tetep sodara ku. aku sayank km wlw kata2 mu,,buat ku sakiitttt.

dari pengalaman ini aku ambil positif nya ajah.

aku ga boleh lama2 bersedih...karena masih banyak orank yg lebih menderita di luar sana.

i love my familly

Krisis Percaya Diri, Gimana Nih?

Krisis Percaya Diri adalah merupakan bagian dari kehidupan remaja. Saya sendiri sempat mengalaminya saat masih duduk di Sekolah Menengah Atas. Pada saat itu saya begitu khawatir dengan munculnya jerawat, naiknya berat badan, potongan rambut dan semua hal yang kesemuanya nggak jauh-jauh urusan penampilan. Bahkan..ssst..novel kedua saya yang berjudul "Gendut, Siapa Takut?" terbitan Grasindo, Jakarta merupakan rangkuman pengalaman masa SMA yang bukan main begitu penuh konflik.
Artikel pertama saya di selancar juga membahas mengenai sebagian keinginan diri kita yang terkadang ingin menjadi seperti orang lain. Yang hitam ingin putih, yang putih ingin hitam. Yang berambut lurus ingin jadi ikal, yang ikal ingin menjadi lurus. Bahkan sebuah rublik kesehatan di majalah remaja membuat saya ingin tertawa, dalam satu edisi memuat dua keluhan yang kontradiktif, yang satu menanyakan bagaimana caranya agar badannya yang kurus bisa menjadi gendut. Satunya lagi menanyakan bagaimana caranya badannya yang gendut bisa jadi kurus. Hahaha…
Hampir semua remaja mengalami hal tersebut, dan rela menghabiskan ratusan ribu dari koceknya hanya untuk merubah sesuatu yang tidak dia sukai dari dirinya menjadi berbeda atau menjadi apa yang dia inginkan. Terlebih lagi banyak iklan yang menawarkan perubahan penampilan fisik secara instant. Iklan-iklan produk pemutih merajalela, produk pelangsing menjamur, dan semua iklan yang menjanjikan perubahan penampilan yang serba cepat. Hemmm…Padahal banyak diantara kita yang akhirnya kecewa ternyata iklan tersebut tidak seperti yang dijanjikan. Kecewalah hati ini dan diperparah lagi dengan hilangnya percaya diri dan kecemasan yang terus menerus. Rugi banget deh!
Syukurlah krisis PeDe tidak begitu lama hinggap dalam diri ini. Saya menyadari bahwa setiap orang pasti pernah merasa tidak puas dengan penampilan fisiknya sehingga mencari cara untuk bisa “merasa” tampil lebih baik. Dan mulai bertanya dalam hati mengapa ya penampilan itu amat begitu penting bagi sejumlah orang ? Apakah Roberta Honigman & David J. Castle, yang menyatakan bahwa gambaran mental seseorang terhadap bentuk dan ukuran tubuhnya; bagaimana seseorang mempersepsi dan memberikan penilaian atas apa yang dia pikirkan dan rasakan terhadap ukuran dan bentuk tubuhnya, dan atas bagaimana ‘kira-kira penilaian orang lain terhadap dirinya. Sebenarnya, apa yang dia pikirkan dan rasakan, belum tentu benar-benar merepresentasikan keadaan yang aktual, namun lebih merupakan hasil penilaian diri yang subyektif. Apakah apa yang saya nilai mengenai diri saya belum tentu seperti yang orang nilai atas saya? Apakah yang orang lain nilai mengenai diri saya adalah bukan seperti yang saya nilai atas diri saya sendiri? Akhirnya saya mencari jawaban dan menemukan pernyataan tegas atas diriku sendiri, "Bukan hanya penampilan yang saya butuhkan!"
Memang benar dalam masyarakat sudah terbentuk image bahwa seseorang yang secara penampilan lebih dari yang lainnya (Cantik, tampan, langsing, kekar, dll) akan memiliki peluang lebih besar untuk mencapai segalanya dibandingkan yang biasa-biasa saja. Padahal, kesempurnaan atau pun kecantikan itu adalah sebuah nilai yang relatif, karena berbeda antara satu individu dengan yang lain, antara satu budaya dengan yang lain, antara satu masyarakat dengan masyarakat lain.
Pada tahun 1891, seorang psychopathologist dari Italia, Enrique Morselli, memunculkan istilah dysmorphobia untuk menerangkan kondisi patologis seseorang, karena terus menerus memikirkan imagine defect, atau “kekurangan imajiner” dirinya. Istilah Body Dysmorphic Disorder (BDD), secara formal juga tercantum dalam Diagnostic and Statistic Manual of Mental Disorder (4th Ed), untuk menerangkan kondisi seseorang yang terus menerus memikirkan kekurangan fisik minor atau bahkan imagine defect. Akibatnya, individu itu tidak hanya merasa tertekan, bahkan kondisi tersebut melemahkan taraf berfungsinya individu dalam kehidupan sosial, pekerjaan atau bidang kehidupan lainnya Padahal sebenarnya mereka tidaklah buruk seperti apa yang mereka pikirkan dan nilai. Bahkan, mereka tampak seperti orang-orang kebanyakan lainnya. Memang agak parah juga jika krisis ini terus berlanjut biasanya lambat laun mereka akan menunjukkan sikap pemalu, sulit menjalin kontak mata, komunikasi dan memiliki self esteem yang rendah. Mereka seringkali bertingkah ekstrim untuk mengkamuflase atau menutupi apa yang mereka anggap kekurangan yang memalukan. Misalnya, berulang kali bercermin, berdandan yang memakan waktu sangat lama. Mereka pikir, dengan berdandan dan mematut diri, akan mengurangi kecemasan, padahal, justru semakin lama, akan semakin membangkitkan kecemasan karena mereka semakin memperhatikan “kekurangan” tersebut.
Menurut Gary K. Arthur MD, penderita BDD pada umumnya mendatangi dokter, dermatologist, atau pun ahli bedak plastik, untuk menangani ketidakpuasan mereka terhadap beberapa bagian tubuh. Biasanya, banyak penderita BDD yang tidak hanya overly concern terhadap satu hal saja (misal, hanya pada bentuk hidung), tapi mereka biasanya juga tidak senang atau tidak puas terhadap beberapa bagian tubuh lainnya, seperti bagian dari wajah, rambut, bentuk tubuh, dan bagian tubuh yang lainnya.
Membangun konsep diri dan pola pikir yang lebih positif dan obyektif dalam menilai diri adalah merupakan solusi paling tepat untuk krisis ini. Selain itu, kita harus melatih diri untuk membangun alternatif strategi dan jalan keluar dalam mengatasi pikiran-pikiran obsessive yang mengganggu konsentrasi dan meningkatkan pengendalian diri terhadap tindakan kompulsif-nya (misalnya, untuk terus menerus bercermin). Yang tidak kalah pentingnya, adalah adanya dukungan keluarga atau sahabat untuk membicarakan emosi-emosi yang sedang kita rasakan , bersikaplah terbuka atas kekhawatiran dan kecemasan yang kita rasakan. Memang proses ini bukanlah proses yang mudah, namun membutuhkan pengertian dan kesabaran yang dalam. Bagaimana pun, masalah krisis Percaya Diri ini adalah masalah yang cukup rumit untuk dipecahkan sendirian. Kamu tahu, kita selalu butuh orang lain untuk memecahkan persoalan!
Krisis Percaya Diri adalah merupakan bagian dari kehidupan remaja. Saya sendiri sempat mengalaminya saat masih duduk di Sekolah Menengah Atas. Pada saat itu saya begitu khawatir dengan munculnya jerawat, naiknya berat badan, potongan rambut dan semua hal yang kesemuanya nggak jauh-jauh urusan penampilan. Bahkan..ssst..novel kedua saya yang berjudul "Gendut, Siapa Takut?" terbitan Grasindo, Jakarta merupakan rangkuman pengalaman masa SMA yang bukan main begitu penuh konflik.
Artikel pertama saya di selancar juga membahas mengenai sebagian keinginan diri kita yang terkadang ingin menjadi seperti orang lain. Yang hitam ingin putih, yang putih ingin hitam. Yang berambut lurus ingin jadi ikal, yang ikal ingin menjadi lurus. Bahkan sebuah rublik kesehatan di majalah remaja membuat saya ingin tertawa, dalam satu edisi memuat dua keluhan yang kontradiktif, yang satu menanyakan bagaimana caranya agar badannya yang kurus bisa menjadi gendut. Satunya lagi menanyakan bagaimana caranya badannya yang gendut bisa jadi kurus. Hahaha…
Hampir semua remaja mengalami hal tersebut, dan rela menghabiskan ratusan ribu dari koceknya hanya untuk merubah sesuatu yang tidak dia sukai dari dirinya menjadi berbeda atau menjadi apa yang dia inginkan. Terlebih lagi banyak iklan yang menawarkan perubahan penampilan fisik secara instant. Iklan-iklan produk pemutih merajalela, produk pelangsing menjamur, dan semua iklan yang menjanjikan perubahan penampilan yang serba cepat. Hemmm…Padahal banyak diantara kita yang akhirnya kecewa ternyata iklan tersebut tidak seperti yang dijanjikan. Kecewalah hati ini dan diperparah lagi dengan hilangnya percaya diri dan kecemasan yang terus menerus. Rugi banget deh!
Syukurlah krisis PeDe tidak begitu lama hinggap dalam diri ini. Saya menyadari bahwa setiap orang pasti pernah merasa tidak puas dengan penampilan fisiknya sehingga mencari cara untuk bisa “merasa” tampil lebih baik. Dan mulai bertanya dalam hati mengapa ya penampilan itu amat begitu penting bagi sejumlah orang ? Apakah Roberta Honigman & David J. Castle, yang menyatakan bahwa gambaran mental seseorang terhadap bentuk dan ukuran tubuhnya; bagaimana seseorang mempersepsi dan memberikan penilaian atas apa yang dia pikirkan dan rasakan terhadap ukuran dan bentuk tubuhnya, dan atas bagaimana ‘kira-kira penilaian orang lain terhadap dirinya. Sebenarnya, apa yang dia pikirkan dan rasakan, belum tentu benar-benar merepresentasikan keadaan yang aktual, namun lebih merupakan hasil penilaian diri yang subyektif. Apakah apa yang saya nilai mengenai diri saya belum tentu seperti yang orang nilai atas saya? Apakah yang orang lain nilai mengenai diri saya adalah bukan seperti yang saya nilai atas diri saya sendiri? Akhirnya saya mencari jawaban dan menemukan pernyataan tegas atas diriku sendiri, "Bukan hanya penampilan yang saya butuhkan!"
Memang benar dalam masyarakat sudah terbentuk image bahwa seseorang yang secara penampilan lebih dari yang lainnya (Cantik, tampan, langsing, kekar, dll) akan memiliki peluang lebih besar untuk mencapai segalanya dibandingkan yang biasa-biasa saja. Padahal, kesempurnaan atau pun kecantikan itu adalah sebuah nilai yang relatif, karena berbeda antara satu individu dengan yang lain, antara satu budaya dengan yang lain, antara satu masyarakat dengan masyarakat lain.
Pada tahun 1891, seorang psychopathologist dari Italia, Enrique Morselli, memunculkan istilah dysmorphobia untuk menerangkan kondisi patologis seseorang, karena terus menerus memikirkan imagine defect, atau “kekurangan imajiner” dirinya. Istilah Body Dysmorphic Disorder (BDD), secara formal juga tercantum dalam Diagnostic and Statistic Manual of Mental Disorder (4th Ed), untuk menerangkan kondisi seseorang yang terus menerus memikirkan kekurangan fisik minor atau bahkan imagine defect. Akibatnya, individu itu tidak hanya merasa tertekan, bahkan kondisi tersebut melemahkan taraf berfungsinya individu dalam kehidupan sosial, pekerjaan atau bidang kehidupan lainnya Padahal sebenarnya mereka tidaklah buruk seperti apa yang mereka pikirkan dan nilai. Bahkan, mereka tampak seperti orang-orang kebanyakan lainnya. Memang agak parah juga jika krisis ini terus berlanjut biasanya lambat laun mereka akan menunjukkan sikap pemalu, sulit menjalin kontak mata, komunikasi dan memiliki self esteem yang rendah. Mereka seringkali bertingkah ekstrim untuk mengkamuflase atau menutupi apa yang mereka anggap kekurangan yang memalukan. Misalnya, berulang kali bercermin, berdandan yang memakan waktu sangat lama. Mereka pikir, dengan berdandan dan mematut diri, akan mengurangi kecemasan, padahal, justru semakin lama, akan semakin membangkitkan kecemasan karena mereka semakin memperhatikan “kekurangan” tersebut.
Menurut Gary K. Arthur MD, penderita BDD pada umumnya mendatangi dokter, dermatologist, atau pun ahli bedak plastik, untuk menangani ketidakpuasan mereka terhadap beberapa bagian tubuh. Biasanya, banyak penderita BDD yang tidak hanya overly concern terhadap satu hal saja (misal, hanya pada bentuk hidung), tapi mereka biasanya juga tidak senang atau tidak puas terhadap beberapa bagian tubuh lainnya, seperti bagian dari wajah, rambut, bentuk tubuh, dan bagian tubuh yang lainnya.
Membangun konsep diri dan pola pikir yang lebih positif dan obyektif dalam menilai diri adalah merupakan solusi paling tepat untuk krisis ini. Selain itu, kita harus melatih diri untuk membangun alternatif strategi dan jalan keluar dalam mengatasi pikiran-pikiran obsessive yang mengganggu konsentrasi dan meningkatkan pengendalian diri terhadap tindakan kompulsif-nya (misalnya, untuk terus menerus bercermin). Yang tidak kalah pentingnya, adalah adanya dukungan keluarga atau sahabat untuk membicarakan emosi-emosi yang sedang kita rasakan , bersikaplah terbuka atas kekhawatiran dan kecemasan yang kita rasakan. Memang proses ini bukanlah proses yang mudah, namun membutuhkan pengertian dan kesabaran yang dalam. Bagaimana pun, masalah krisis Percaya Diri ini adalah masalah yang cukup rumit untuk dipecahkan sendirian. Kamu tahu, kita selalu butuh orang lain untuk memecahkan persoalan!